Pimpinan Komisi III DPR Angkat Suara: Gerakan Anti Premanisme Polri Patut Diapresiasi
Aksi tegas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam memberantas premanisme di berbagai wilayah Indonesia mendapat dukungan penuh dari parlemen. Salah satu suara terkuat datang dari pimpinan Komisi III DPR RI, yang membidangi urusan hukum, HAM, dan keamanan. Mereka menyatakan bahwa langkah cepat dan menyeluruh Polri dalam mengungkap ribuan kasus premanisme merupakan bentuk keberpihakan nyata terhadap masyarakat kecil.
Gerakan Nasional Anti-Premanisme
Dalam beberapa pekan terakhir, Polri mengintensifkan operasi di berbagai daerah yang dikenal rawan aksi premanisme. Dari terminal hingga pasar tradisional, dari kawasan proyek hingga pusat kota, ratusan bahkan ribuan pelaku yang terlibat dalam pungutan liar, intimidasi, hingga tindak kekerasan telah diamankan.
Pimpinan Komisi III DPR, dalam pernyataan resminya, menyebut langkah Polri tersebut sebagai “gerakan nasional pemulihan rasa aman rakyat.” Ketua Komisi III, H. Ahmad Sahroni, menegaskan bahwa keberadaan premanisme selama ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menggerogoti sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat bawah.
“Kami di Komisi III sangat mengapresiasi kerja cepat dan komprehensif Polri. Ini bukan sekadar penegakan hukum, tetapi pembelaan terhadap hak rakyat untuk hidup aman tanpa teror pungli dan ancaman kekerasan,” ujar Sahroni.
Perlindungan untuk Masyarakat Kecil
Premanisme selama ini menjadi momok bagi pedagang kecil, sopir angkutan, pekerja proyek, hingga masyarakat biasa yang beraktivitas di ruang publik. Tak jarang, aksi para preman disertai kekerasan fisik dan pemerasan, membuat warga merasa tidak berdaya.
Dengan operasi besar-besaran yang dilakukan Polri, masyarakat kini merasakan perubahan signifikan. Di banyak wilayah, laporan pungli dan gangguan keamanan mulai menurun. Komisi III menyebut ini sebagai indikator positif dari hadirnya negara di ruang publik yang sebelumnya dikuasai kelompok-kelompok liar.
Dukungan Legislasi dan Pengawasan
Komisi III DPR juga menyatakan komitmennya untuk mendukung Polri secara regulatif, termasuk penguatan anggaran operasional dan sumber daya manusia di bidang keamanan publik. Selain itu, DPR akan melakukan pengawasan intensif agar proses hukum terhadap para pelaku premanisme berjalan adil namun tegas.
Tak hanya berhenti pada penangkapan, Komisi III mendorong agar dilakukan pendekatan rehabilitatif dan edukatif bagi pelaku premanisme yang bukan residivis atau tidak terlibat kejahatan berat. “Jangan biarkan mereka kembali ke jalan. Negara harus hadir melalui pelatihan, pembinaan, dan reintegrasi sosial,” tambah Sahroni.
Seruan untuk Konsistensi dan Keberlanjutan
Meski menyambut positif langkah Polri, pimpinan Komisi III juga mengingatkan pentingnya konsistensi dan kesinambungan gerakan anti-premanisme ini. Mereka menilai bahwa operasi sesaat tidak akan cukup jika tidak dibarengi dengan pembenahan sistem keamanan lokal, peningkatan kesejahteraan aparat, dan pengawasan internal yang ketat.
“Premanisme adalah penyakit sosial yang bisa tumbuh lagi bila tidak ada pencegahan sistemik. Ini bukan kerja sekali jalan, tapi harus menjadi bagian dari kultur penegakan hukum yang pro-rakyat,” pungkas Sahroni.
Dukungan kuat dari Komisi III DPR menjadi sinyal positif bahwa pemberantasan premanisme kini tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri semata, tetapi juga komitmen kolektif lembaga negara. Dengan sinergi antara eksekutif dan legislatif, diharapkan ruang publik Indonesia kembali aman, tertib, dan manusiawi bagi semua kalangan.