PM Thailand Tersandung Skandal Telepon: Kontroversi dengan Eks PM Kamboja Jadi Viral
Dunia diplomasi Asia Tenggara kembali memanas setelah Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, tersandung dalam skandal percakapan telepon yang bocor ke publik. Pihak yang terlibat bukan orang sembarangan: mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. Konten percakapan yang seharusnya bersifat pribadi dan rahasia itu menyebar luas di media sosial, memicu gelombang kritik, spekulasi, bahkan kemarahan dari berbagai kalangan.
Bocoran Telepon yang Menggemparkan
Percakapan tersebut awalnya tak diumumkan secara resmi oleh kedua negara. Namun tak lama setelah berlangsung, Hun Sen justru mengungkapkan isi komunikasi itu melalui media sosial dan menyebut bahwa PM Thailand secara pribadi telah menyampaikan pandangan tentang isu politik dalam negeri Kamboja, termasuk peran Hun Manet, putranya yang kini menjabat sebagai perdana menteri.
Sontak, pernyataan itu menuai tanggapan publik yang luas. Banyak pihak menilai PM Thailand telah melakukan blunder diplomatik, karena menyampaikan pandangan yang bisa ditafsirkan sebagai campur tangan terhadap urusan domestik negara tetangga.
Permintaan Maaf yang Terpaksa
Tak butuh waktu lama, Srettha Thavisin pun angkat suara. Dalam konferensi pers yang digelar di Bangkok, ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada rakyat Thailand, Pemerintah Kamboja, dan komunitas internasional. Ia mengakui bahwa seharusnya komunikasi antarnegara dijaga kerahasiaannya, serta berjanji untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan diplomasi pribadi di masa mendatang.
“Saya minta maaf bila percakapan saya telah menimbulkan ketidaknyamanan atau kesalahpahaman. Saya menghormati penuh kedaulatan dan kepemimpinan Kamboja,” ujar Srettha, dengan ekspresi yang menunjukkan keprihatinan serius.
Isu Politik dan Diplomasi Pribadi
Skandal ini menjadi pelajaran penting bahwa di era digital, sekat antara percakapan pribadi dan publik sangatlah tipis. Apalagi ketika komunikasi itu melibatkan dua figur besar yang memiliki sejarah politik kuat di kawasan Asia Tenggara. Banyak analis menilai insiden ini sebagai bentuk kegagalan dalam mengelola komunikasi strategis dan risiko diplomatik.
Pengamat hubungan internasional di Universitas Chulalongkorn menyatakan bahwa meski tak ada niat buruk dari PM Thailand, ketidakhati-hatian tersebut tetap bisa berdampak pada hubungan bilateral. “Dalam konteks diplomasi, persepsi bisa lebih berbahaya dari realita. Sekali citra itu terbentuk, akan sulit dipulihkan,” katanya.
Reaksi Publik dan Dunia Maya
Tak kalah menarik, media sosial pun menjadi panggung utama drama ini. Tagar seperti #TeleponSrettha, #DiplomasiBocor, hingga #ThailandKamboja sempat trending di Thailand dan Kamboja. Banyak warga net mempertanyakan profesionalisme sang perdana menteri, sementara yang lain justru menyoroti tindakan Hun Sen yang dianggap tidak etis karena membocorkan isi percakapan pribadi.
Beberapa pengguna media sosial bahkan membuat meme dan satire terkait skandal ini, menunjukkan betapa cepatnya opini publik terbentuk dan menyebar di era digital.
Skandal telepon antara PM Thailand dan eks PM Kamboja mungkin hanya berdurasi beberapa menit, namun dampaknya bisa bertahan lama. Ini menjadi pengingat bahwa pemimpin negara tidak hanya berbicara atas nama pribadi, tetapi juga membawa citra, kebijakan, dan wibawa negara di setiap kata yang mereka ucapkan—bahkan di balik layar telepon.